Konsep kebutuhan dalam islam
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Ekonomi Mikro dan Makro Islam
Dosen Pengampu : Anas Malik.SE.I,ME.Sy

Disusun Oleh:
Lilis
soleha (1502080061)
Kelas A
PRODI
D3 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) JURAI SIWO METRO
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayat-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang ilmu hadits dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada bapak Anas malik. SE I.ME.Sy selaku dosen mata kuliah mikro dan makro
islam yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Saya
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai Ulumul Hadits. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang
akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat di pahami
bagi siapapun yang membacanya sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memberikan manfaat terhadap
pembaca.
Metro, September 2016
Lilis Soleha
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar belakang
Kebutuhan
atau keinginan merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam
rangka menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan
ketidakpuasan atau kekurangan dalam diri manusia yang ingin dipuaskan.
Konsumsi merupakan kegiatan ekonomi yang
penting. Produksi-konsumsi-distribusi merupakan tiga mata rantai yang terkait
satu dengan lainnya. Kegiatan produksi ada karena yang mengkonsumsi, kegiatan
konsumsi ada karena ada yang memproduksi dan kegiatan distribusi muncul karena
ada gap antara konsumsi dan produksi. Dalam ekonomi konvensional, perilaku
konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme.
Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang bersifat individualis
sehingga seringkali mengakibatkan keseimbangan dan keharmonisan social.
Selanjutnya, bagaimana dengan perilaku konsumsi yang islami?
a.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksut dengan
kebutuhan?
2.
Apa konsep kebutuhan menurut
islam?
3.
Konsumsi dibangun atas dasar
apa?
4.
Bagaimana pengalokasian
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan?
b.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui arti dari
kebutuhan
2.
Untuk Mengetahui konsep
dalam islam
3.
Untuk mengetahui dasar
konsumsi dibangun
4.
Untuk mengetahui bagaimana
pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep islam tentang kebutuhan
Dalam islam, konsumsi
tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak
ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang yang cenderung
mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi
kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual, yang
kemudian membentuk kecendrungan prilaku komsumsi di pasar.
Konsep kebutuhan
dalam Islam bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada
masyarakat. Pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi
akibat motivasi keinginan, pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut
telah menjadi kebutuha
Menurut
al-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam islam terdiri dari tiga
jenjang, yaitu:
a) Dharuriyat
Kebutuhan dharuriyat adalah tingkat
kebutuhan primer. Bia tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam
keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kebutuhan ini
mencakup:
Ø Agama
Ø Kehidupan
Ø Pendidikan
Ø Keturunan
Ø Harta
Untuk memelihara lima pokok inilah syariat islam di
turunkan. Setiap ayat hukum bila
diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah untuk
memelihara lima pokok yang diatas. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan dalam
kisah itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal,
supaya kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah:179)
Tujuan yang
bersifat dharuri merupakan tujuan utama dalam pembinaan hukum yang mutlak harus
di capai. Lima kebutuhan di atass yang mencakup agama, kehidupan, pendidikan,
keturunan dan harta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Manusia hanya dapat melangsungkan hidupnya dengan baik jika kelima macam
kebutuhan itu terpenuhi dengan baik pula.
b) Hajiyat
Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder. Apabila
kebutuhan tersebut tidak terwujudkan,tidak akan mengancam keselamatannya namun
akan mengalami kesulitan. Syariat islam menghilangkan kesulitan itu. Adanya
hukum rukhsah (keringnan) adalah sebagai contoh dari keperdulian syariat islam
terhadap kebutuhan ini.
c) Tahsiniyat
Kebutuhan tahsiniyat adalah tingkat kebutuhan yang
apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok
diatasdan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini merupakan
kebutuhan pelengkap.[1]
B. Konsep pemilihan dalam konsumsi
Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu jenis
benda ekonomi merupakan suptitusi sempurna bagi subtitusi benda lainnya
sepanjang memberikan utilitas yang sama. Akibatny, anggaran akan di alokasikan
untuk mengonsumsi benda-benda apa saja sepanjang utilitasnya maksimum. Hal ini
disebabkan, karena tidak ada benda lain yang lebih berharga dari pada benda
ekonomi lainnya, yang membedakan adalah tigkat kepuasan yang diperoleh akibat
mengonsumsi benda tersebut. Karenanya, benda yang memberikan utilitas yang lebih
tinggi menjadi lebih berharga di bandingkan yang memberikan utilias yang lebih
rendah.
Ekonomi islam berpandang bahwa antara benda yang satu
dengan yang lainnya bukan merupakan subtitusi sempurna. Terdapat benda-benda
ekonomi yang lebih berharga dan bernilai sehingga benda tersebut akan
diutamakan di bandingkan konsumsi lainnya. Di samping itu, terdapat prioritas
dalam pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan
dalam menunjang kehidupan yang islami.[2]
Adapun preferensi konsumsi dalam pemenuhan kebutuhan
manusia memiliki pola sebagai berikut.
1. Mengutamakan akhirat
Pada tataran paling dasar, seorang konsumen muslim
akan dihadapkan pada pilihan antara mengonsumsi benda ekonomi yang bersifat
duniawi belaka (wordly consumption), dan benda yang bersifat ibadah.
Konsumsi untuk ibadah bernilai lebih tinggi dibandingkan konsumsi untuk duniawi
sehingga keduanya bukan merupakan subtitusi sempurna. Konsumsi untuk ibadah
lebih memiliki nilai-nilai yang lebih tinggi daripada konsumsi untuk duniawi
dikarenakan orientasinya adalah mencapai falah sehingga lebih berorientasi
kepada kehidupan akhirat kelak. Oleh karena itu, konsumsi untuk ibadah pada
hakikatnya adalah konsumsi untuk masa depan, sedangkan konsumsi duniawi adalah
konsumsi untuk masa sekarang. Semakin besar konsumsi untuk ibadah, semakin
tinggi falah yang di capai. Demikian sebaliknya, semakin besar konsumsi untuk
duniawi, maka semakin rendah falah yang di capainya.
2. Konsisten dalam prioritas pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan
manusia dalam konsumsi memiliki tingkat urgensi yang tidak selalu sama, tetapi
terdapat prioritas-prioritas diantara satu dengan lainnya yang menunjukkan
tingkat kemanfaattan dalam pemenuhannya. Asy-syatibi membagi prioritas
kemaslahatan tersebut pada tingkatan, maslahah dharuryyah, maslahah hajyyah dan
maslahah tahsinyyah.
3. Memperhatikan etika dan norma
Syariat islam memiliki etika dan
norma dalam konsumsi islam yang bersumber pada Al-qur’an dan Sunnah. Beberapa
etika diantara lain keadilan, kebersihan, kesederhanaan, halalan tayyiban, dan
keseimbangan.[3]
` Pada
dasarnya konsumsi di bangun atas dua hal, yaitu kebutuhan dan kegunaan atau
kepuasan. Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengonsumsi sutau barang
ketika ia tidak membutuhkannya sekaligus mendapat manfaatnya. Dalam perspektif
ekonomi islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat. Dengan konsumsi
itu sendiri. Mengapa demikian?. Ketika konsumsi dalam islam diartikan sebagai
penggunaan terhadap komuditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan.
Maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang melakukan aktivitas
konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip itu sendiri. Artinya, karakteristik
dari kebutuhan dan manfaat secara tegas telah diatur dalam ekonomi islam.[4]
C.
Penganalokasian Sumber Daya Untuk Memenuhi Kebutuhan
Pada dasarnya tujuan hidup setiap
manusia adalah untuk mencapai kesejahteraan meskipun manusia memeknai
kesejahteraan dengan perspektif yang berbede. Sebagian besar paham ekonomi
memakai kesejahteraan material duniawi. Dalam upaya untuk mencapai
kesejahteraan manusia menghadapi masalah, yaitu kesenjangan antara sumber daya
yang ada dengan kebutuhan manusia. Allah menciptakan alam semesta ini dengan
berbagai sumber daya yang memadai untuk
mencukupi kebutuhan manusia.[5]
Dalam upaya mencapai kesejahteraan
manusia menghadapi masalah, yaitu kesenjangan antara sumber daya yang ada
dengan kebutuhan manusia. Allah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai
sumber daya yang memadai untuk mencukupi kebutuhan manusia, keterbatasan
manusia, serta munculnya konflik antara tujuan duniawi dan akhirat menyebabkan
terjadinya kelangkaan relative.[6]
Keterbatasan manusia menyebabkan banyak
hal terasa langka. Kelangkaan mencakupi kuantitas, kualitas, tempat dan waktu.
Sesuatu tidak akan langka jika jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai dengan
kebutuhan berkualitas baik, tersedia di mana saja dan kapan saja di butuhkan.
Mengingat sunber daya ekonomi bersifat
langka, pengalokasiannya harus member manfaat pada manusia yang diantaranya,
sumber daya alam, sumber daya modal, dan sumber daya manusia.[7]
Imam Ali r.a diriwayatkan pernah
mengatakan “janganlah kesejahteraan salah seorang di antara kamu meningkat
namun pada saat yang sama kesejahteraan yang lain menurun.” Dalam ekonomi
konvensional keadaan ini dikenal sebagai efficient allocation of goods
yaitu alokasi barang-barang dikatakan efisien bila tidak seorangpun dapat
meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility orang lain.
Efisien alokasi hanya menjelaskan bahwa
bila semua daya ada habis teralokasi, maka alokasi yang efisien tercapai.
Tetapi tidak mengatakan apapun perihal teralokasi, tersebut adil. Dalam konsep
ekonomi islam, adil adalah “tidak menzalimi dan tidak dizalimi.” Bisa jadi
“sama rasa sama rata” tidak adil dalam pandangan islam karena tidak memberikan
intensif bagi orang yang berkerja keras.
Untuk itu pemerintah harus membuat
kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan secara
efisien. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar kekayaan terdistribusi secara baik dalam
masyarakat, misalnya melalui perpajakan, subsidi, pengentasan kemiskinan,
transfer penghasilan dari daerah kayak e daerah miskin, bantuan pendidikan,
bantuan kesehatan dan lain-lain.
Eonomi islam mazhab mainstream menggunakan
definisi yang sama dengan definisi ekonomi neoklasik, di mana persoalan efisien
diwujudkan sebagai masalah optimasi. Pada perilaku konsumen tunggal, efisien
dicapai dengan mengalokasikan anggaran tertentu pada kombinasi barang dan jasa
yang memaksimumkan kegunaan kombinasi input yang memaksimasi laba, atau
penggunaan input yang meminimumkan biaya untuk mencapai tingkat produksi
tertentu.
Dalam penjelasan mengenai teori alokasi
dapat dianalisais bahwa pandangan ekonomi islam telah terfokuskan pada masalah
pengalokasian sumber daya engan adanya campur tangan emerintah agar alokasi
sumber daya dapat terdistribusi dengan baik. Mengingat sumber daya ekonomi
bersifat langka, pengalokasiannya harus member manfaat bagi manusia.[8]
Sumber daya manusia, disebut juga tenaga
kerja. Macam-macam tenaga kerja yaitu:
·
Tenaga
kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, contohnya buruh rumah tangga
·
Tenaga
kerja terdidik dan terlatih, contohnya dokter anak.
·
Tenaga
kerja terlatih, contoh penjahit.
Unsur pembentukan sumber daya berkualitas, yaitu:
keahlian, kejuuran atau keadilan, dan kekuatan fisik. Sumber daya alam, yaitu
segal kekayaan alam didalam maupun diatas permukaan bumi yang dapat
dimanfaatkan untuk kemakmuran manusia seperti hutan, laut, dan lain-lain.
Sumber daya modal, disebut juga capital. Mavcam-macam
modal dapat dibedakan menurut beberapa karakteristik seperti, wujud terditi
dari modal uang dan barang, sifat terdiri dari modal tetap dan modal lancer,
subjek terdiri dari modal orang perorangan dan modal kemasyarakatan, sumber
terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.[9]
D. Pengalokasian
Sumber Daya Ekonomi
a. Sumber daya alam
Ada
dua jenis sumber daya alam, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam dapat diperbarui
tidak akan habis selama masih bisa dikembangbiakkan. Contohnya tumbuhan dan
hewan. Sementara itu, sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui terbentuk
melalui proses alam selama jutaan tahun sehingga tidak dapat diperbarui oleh
manusia. Contohnya bahan tambang dan minyak bumi.
Semua
kekayaan alam yang tersedia tersebut harus dimanfaatkan dan dikelola dengan
baik sehingga memberi manfaat besar bagi kemakmuran rakyat. Misalnya tanah
dapat dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan, lahan pertanian, perkebunan,
peternakan, dan perumahan. Cadangan mineral seperti emas dan besi digunakan
sebagai bahan baku industri. Batu bara dan minyak bumi dapat dimanfaatkan untuk
bahan bakar.
Oleh
karena sebagian sumber daya alam sifatnya tidak dapat diperbarui, harus
dimanfaatkan secara hemat dan efisien. Jika tidak, bukan tidak mungkin akan
terkuras dan akhirnya habis. Kelak, generasi selanjutnya tidak lagi bisa
menikmati kekayaan alam tersebut.
b. Sumber daya modal
Sumber
daya modal atau kapital memberi kontribusi bagi kegiatan produksi maupun
pendukung sarana sosial dan ekonomi. Uang, mesin, peralatan industri, gedung,
kendaraan, jalan raya, dan jembatan merupakan contoh modal. Modal ini digunakan
untuk meningkatkan produksi dan pembangunan ekonomi.
Pengalokasian
dan pemanfaatan sumber daya modal tersebut harus dilakukan secara merata dan
efisien. Selain itu, sumber daya modal juga harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Salah satu caranya dengan merawat agar tahan lama.
c. Sumber daya manusia
Sumber
daya manusia memegang peranan penting dalam proses produksi dan pembangunan.
Hal tersebut karena manusia itu sendiri adalah pelaksana utama dalam seluruh
proses pembangunan maupun produksi. Dalam proses produksi ada dua unsur dari
sumber daya manusia, yaitu tenaga kerja dan kewirausahaan.
Sumber
daya manusia memanfaatkan kekuatan fisik, keahlian, dan kepribadian manusia.
Kekuatan fisik manusia tercermin dari kesehatan dan kemampuan fisiknya. Manusia
yang sehat dan kuat tentu dapat bekerja dan belajar dengan baik. Selain fisik
yang sehat dan kuat, keahlian yang dimiliki seseorang juga menentukan kualitas
sumber daya manusia. Sementara itu, kepribadian ditentukan oleh sikap jujur dan
keadilan seseorang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebutuhan adalah hal yang sangat mendasar untuk
dipenuhi oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya. Konsep kebutuhan dalam islam bersifat dinamis
merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Pada tingkat ekonomi
tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi akibat motivasi keinginan, pada
tingkat ekonomi yng lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuhan.
Pada dasarnya konsumsi di bangun atas dua hal, yaitu
kebutuhan dan kegunaan atau kepuasan. Secara rasional, seseorang tidak akan
pernah mengonsumsi sutau barang ketika ia tidak membutuhkannya sekaligus
mendapat manfaatnya.
pengalokasiannya harus member manfaat
pada manusia yang diantaranya, sumber daya alam, sumber daya modal, dan sumber
daya manusia.
Imam Ali r.a diriwayatkan pernah
mengatakan “janganlah kesejahteraan salah seorang di antara kamu meningkat
namun pada saat yang sama kesejahteraan yang lain menurun.” Dalam ekonomi
konvensional keadaan ini dikenal sebagai efficient allocation of goods
yaitu alokasi barang-barang dikatakan efisien bila tidak seorangpun dapat
meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility orang lain.
B. SARAN
Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita lebih
mengutamakan kebutuhan ketimbang keinginan dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidup dan menjalankan tugas kita sebagai hamba Allah, yaitu
beribadah kepada-nya secara maksimal
DAFTAR PUSTAKA
A.Karim, Adiwarman, 2004. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Edisi Kedua. Jakarta: Grafindo Prasada.
Anita Rahmawaty, 2011. Ekonomi Mikro Islam. Kudus:
Media Enterprise.
http://gurudan siswa.
Blogspot.com/2010/02/bab-1-kelangkaan dan pengalokasian html.
Nurcahyaningtyas,
2009. Ekonomi
Islam Untuk Kelasx SMA. Jakarta: PustakaPembukuan,
Departemen Pendidikan Nasional.
P3EI, 2011. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.
Titi Tri
Hastuti, Teori Alokasi IASLM. http://stititi.wordpress.com/2013/04/28/tititri-Hastuti-111008000005-teori-alokasi-iaslam-dari/. Diakses 13 november 2014.
[1] A. Karim, Adiwarman,
sejarah pemikiran ekonomi edisi kedua, (Jakarta:grafindo persada, 2004),
hal.67
[7] NurCahyaningtyas, Ekonomi Islam untuk kelas
x SMA, (Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009),
hal. 15-21.
[8] Titi Tri
Hastuti, Teori Alokasi IASLM. http://stititi. Wordpress.com/2013/04/28/tititri-hastuti-1110084000005-teori-alokasi-iaslm-dari/.
Diakses. 13 november 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar