Selasa, 29 November 2016

konsep kebutuhan dalam islam

Konsep kebutuhan dalam islam
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah       : Ekonomi Mikro dan Makro Islam
Dosen Pengampu         : Anas Malik.SE.I,ME.Sy

images.jpg

Disusun Oleh:

Lilis soleha       (1502080061)

Kelas A

PRODI D3 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) JURAI SIWO METRO
TAHUN AKADEMIK 2016/2017


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayat-nya kami dapat menyelesaikan makalah         tentang ilmu hadits dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada bapak Anas malik. SE I.ME.Sy selaku dosen mata kuliah mikro dan makro islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
            Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Ulumul Hadits. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada yang sempurna tanpa saran yang membangun.
            Semoga makalah ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memberikan manfaat terhadap pembaca.



Metro, September 2016

Lilis Soleha


BAB I
PENDAHULUAN

a.        Latar belakang
Kebutuhan atau keinginan merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan ketidakpuasan atau kekurangan dalam diri manusia yang ingin dipuaskan.
            Konsumsi merupakan kegiatan ekonomi yang penting. Produksi-konsumsi-distribusi merupakan tiga mata rantai yang terkait satu dengan lainnya. Kegiatan produksi ada karena yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi dan kegiatan distribusi muncul karena ada gap antara konsumsi dan produksi. Dalam ekonomi konvensional, perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang bersifat individualis sehingga seringkali mengakibatkan keseimbangan dan keharmonisan social. Selanjutnya, bagaimana dengan perilaku konsumsi yang islami?

a.      Rumusan Masalah
1.       Apa yang dimaksut dengan kebutuhan?
2.       Apa konsep kebutuhan menurut islam?
3.       Konsumsi dibangun atas dasar apa?
4.       Bagaimana pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan?

b.      Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui arti dari kebutuhan
2.        Untuk Mengetahui konsep dalam islam
3.        Untuk mengetahui dasar konsumsi dibangun
4.        Untuk mengetahui bagaimana pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan


















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Konsep islam tentang kebutuhan
                          Dalam islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang yang cenderung mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual, yang kemudian membentuk kecendrungan prilaku komsumsi di pasar.
Konsep kebutuhan dalam Islam bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi akibat motivasi keinginan, pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuha
Menurut  al-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam islam terdiri dari tiga jenjang, yaitu:

a)    Dharuriyat
Kebutuhan dharuriyat adalah tingkat kebutuhan primer. Bia tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kebutuhan ini mencakup:
Ø Agama
Ø Kehidupan
Ø Pendidikan
Ø Keturunan
Ø Harta
Untuk memelihara lima pokok inilah syariat islam di turunkan. Setiap ayat   hukum bila diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah untuk memelihara lima pokok yang diatas. Allah SWT berfirman:
Artinya:
  “Dan dalam kisah itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah:179)
     Tujuan yang bersifat dharuri merupakan tujuan utama dalam pembinaan hukum yang mutlak harus di capai. Lima kebutuhan di atass yang mencakup agama, kehidupan, pendidikan, keturunan dan harta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia hanya dapat melangsungkan hidupnya dengan baik jika kelima macam kebutuhan itu terpenuhi dengan baik pula.

b)   Hajiyat
Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan,tidak akan mengancam keselamatannya namun akan mengalami kesulitan. Syariat islam menghilangkan kesulitan itu. Adanya hukum rukhsah (keringnan) adalah sebagai contoh dari keperdulian syariat islam terhadap kebutuhan ini.

c)    Tahsiniyat
Kebutuhan tahsiniyat adalah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok diatasdan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini merupakan kebutuhan pelengkap.[1]

B.     Konsep pemilihan  dalam konsumsi
Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu jenis benda ekonomi merupakan suptitusi sempurna bagi subtitusi benda lainnya sepanjang memberikan utilitas yang sama. Akibatny, anggaran akan di alokasikan untuk mengonsumsi benda-benda apa saja sepanjang utilitasnya maksimum. Hal ini disebabkan, karena tidak ada benda lain yang lebih berharga dari pada benda ekonomi lainnya, yang membedakan adalah tigkat kepuasan yang diperoleh akibat mengonsumsi benda tersebut. Karenanya, benda yang memberikan utilitas yang lebih tinggi menjadi lebih berharga di bandingkan yang memberikan utilias yang lebih rendah.
Ekonomi islam berpandang bahwa antara benda yang satu dengan yang lainnya bukan merupakan subtitusi sempurna. Terdapat benda-benda ekonomi yang lebih berharga dan bernilai sehingga benda tersebut akan diutamakan di bandingkan konsumsi lainnya. Di samping itu, terdapat prioritas dalam pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menunjang kehidupan yang islami.[2]
Adapun preferensi konsumsi dalam pemenuhan kebutuhan manusia memiliki pola sebagai berikut.

1.      Mengutamakan akhirat
Pada tataran paling dasar, seorang konsumen muslim akan dihadapkan pada pilihan antara mengonsumsi benda ekonomi yang bersifat duniawi belaka (wordly consumption), dan benda yang bersifat ibadah. Konsumsi untuk ibadah bernilai lebih tinggi dibandingkan konsumsi untuk duniawi sehingga keduanya bukan merupakan subtitusi sempurna. Konsumsi untuk ibadah lebih memiliki nilai-nilai yang lebih tinggi daripada konsumsi untuk duniawi dikarenakan orientasinya adalah mencapai falah sehingga lebih berorientasi kepada kehidupan akhirat kelak. Oleh karena itu, konsumsi untuk ibadah pada hakikatnya adalah konsumsi untuk masa depan, sedangkan konsumsi duniawi adalah konsumsi untuk masa sekarang. Semakin besar konsumsi untuk ibadah, semakin tinggi falah yang di capai. Demikian sebaliknya, semakin besar konsumsi untuk duniawi, maka semakin rendah falah yang di capainya.

2.      Konsisten dalam prioritas pemenuhan kebutuhan
       Kebutuhan manusia dalam konsumsi memiliki tingkat urgensi yang tidak selalu sama, tetapi terdapat prioritas-prioritas diantara satu dengan lainnya yang menunjukkan tingkat kemanfaattan dalam pemenuhannya. Asy-syatibi membagi prioritas kemaslahatan tersebut pada tingkatan, maslahah dharuryyah, maslahah hajyyah dan maslahah tahsinyyah.

3.      Memperhatikan etika dan norma
            Syariat islam memiliki etika dan norma dalam konsumsi islam yang bersumber pada Al-qur’an dan Sunnah. Beberapa etika diantara lain keadilan, kebersihan, kesederhanaan, halalan tayyiban, dan keseimbangan.[3]
`           Pada dasarnya konsumsi di bangun atas dua hal, yaitu kebutuhan dan kegunaan atau kepuasan. Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengonsumsi sutau barang ketika ia tidak membutuhkannya sekaligus mendapat manfaatnya. Dalam perspektif ekonomi islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat. Dengan konsumsi itu sendiri. Mengapa demikian?. Ketika konsumsi dalam islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komuditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan. Maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang melakukan aktivitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip itu sendiri. Artinya, karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas telah diatur dalam ekonomi islam.[4]



C.  Penganalokasian Sumber Daya Untuk Memenuhi Kebutuhan
Pada dasarnya tujuan hidup setiap manusia adalah untuk mencapai kesejahteraan meskipun manusia memeknai kesejahteraan dengan perspektif yang berbede. Sebagian besar paham ekonomi memakai kesejahteraan material duniawi. Dalam upaya untuk mencapai kesejahteraan manusia menghadapi masalah, yaitu kesenjangan antara sumber daya yang ada dengan kebutuhan manusia. Allah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai sumber daya  yang memadai untuk mencukupi kebutuhan manusia.[5]
Dalam upaya mencapai kesejahteraan manusia menghadapi masalah, yaitu kesenjangan antara sumber daya yang ada dengan kebutuhan manusia. Allah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai sumber daya yang memadai untuk mencukupi kebutuhan manusia, keterbatasan manusia, serta munculnya konflik antara tujuan duniawi dan akhirat menyebabkan terjadinya kelangkaan relative.[6]
Keterbatasan manusia menyebabkan banyak hal terasa langka. Kelangkaan mencakupi kuantitas, kualitas, tempat dan waktu. Sesuatu tidak akan langka jika jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai dengan kebutuhan berkualitas baik, tersedia di mana saja dan kapan saja di butuhkan.
Mengingat sunber daya ekonomi bersifat langka, pengalokasiannya harus member manfaat pada manusia yang diantaranya, sumber daya alam, sumber daya modal, dan sumber daya manusia.[7]
Imam Ali r.a diriwayatkan pernah mengatakan “janganlah kesejahteraan salah seorang di antara kamu meningkat namun pada saat yang sama kesejahteraan yang lain menurun.” Dalam ekonomi konvensional keadaan ini dikenal sebagai efficient allocation of goods yaitu alokasi barang-barang dikatakan efisien bila tidak seorangpun dapat meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility orang lain.
Efisien alokasi hanya menjelaskan bahwa bila semua daya ada habis teralokasi, maka alokasi yang efisien tercapai. Tetapi tidak mengatakan apapun perihal teralokasi, tersebut adil. Dalam konsep ekonomi islam, adil adalah “tidak menzalimi dan tidak dizalimi.” Bisa jadi “sama rasa sama rata” tidak adil dalam pandangan islam karena tidak memberikan intensif bagi orang yang berkerja keras.
Untuk itu pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan secara efisien. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan  agar kekayaan terdistribusi secara baik dalam masyarakat, misalnya melalui perpajakan, subsidi, pengentasan kemiskinan, transfer penghasilan dari daerah kayak e daerah miskin, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan dan lain-lain.
Eonomi islam mazhab mainstream menggunakan definisi yang sama dengan definisi ekonomi neoklasik, di mana persoalan efisien diwujudkan sebagai masalah optimasi. Pada perilaku konsumen tunggal, efisien dicapai dengan mengalokasikan anggaran tertentu pada kombinasi barang dan jasa yang memaksimumkan kegunaan kombinasi input yang memaksimasi laba, atau penggunaan input yang meminimumkan biaya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
Dalam penjelasan mengenai teori alokasi dapat dianalisais bahwa pandangan ekonomi islam telah terfokuskan pada masalah pengalokasian sumber daya engan adanya campur tangan emerintah agar alokasi sumber daya dapat terdistribusi dengan baik. Mengingat sumber daya ekonomi bersifat langka, pengalokasiannya harus member manfaat bagi manusia.[8]
Sumber daya manusia, disebut juga tenaga kerja. Macam-macam tenaga kerja yaitu:
·         Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, contohnya buruh rumah tangga
·         Tenaga kerja terdidik dan terlatih, contohnya dokter anak.
·         Tenaga kerja terlatih, contoh penjahit.
Unsur pembentukan sumber daya berkualitas, yaitu: keahlian, kejuuran atau keadilan, dan kekuatan fisik. Sumber daya alam, yaitu segal kekayaan alam didalam maupun diatas permukaan bumi yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran manusia seperti hutan, laut, dan lain-lain.
Sumber daya modal, disebut juga capital. Mavcam-macam modal dapat dibedakan menurut beberapa karakteristik seperti, wujud terditi dari modal uang dan barang, sifat terdiri dari modal tetap dan modal lancer, subjek terdiri dari modal orang perorangan dan modal kemasyarakatan, sumber terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.[9]

D. Pengalokasian Sumber Daya Ekonomi 
a. Sumber daya alam
Ada dua jenis sumber daya alam, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam dapat diperbarui tidak akan habis selama masih bisa dikembangbiakkan. Contohnya tumbuhan dan hewan. Sementara itu, sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui terbentuk melalui proses alam selama jutaan tahun sehingga tidak dapat diperbarui oleh manusia. Contohnya bahan tambang dan minyak bumi.
Semua kekayaan alam yang tersedia tersebut harus dimanfaatkan dan dikelola dengan baik sehingga memberi manfaat besar bagi kemakmuran rakyat. Misalnya tanah dapat dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan, lahan pertanian, perkebunan, peternakan, dan perumahan. Cadangan mineral seperti emas dan besi digunakan sebagai bahan baku industri. Batu bara dan minyak bumi dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar.
Oleh karena sebagian sumber daya alam sifatnya tidak dapat diperbarui, harus dimanfaatkan secara hemat dan efisien. Jika tidak, bukan tidak mungkin akan terkuras dan akhirnya habis. Kelak, generasi selanjutnya tidak lagi bisa menikmati kekayaan alam tersebut.

 b. Sumber daya modal
Sumber daya modal atau kapital memberi kontribusi bagi kegiatan produksi maupun pendukung sarana sosial dan ekonomi. Uang, mesin, peralatan industri, gedung, kendaraan, jalan raya, dan jembatan merupakan contoh modal. Modal ini digunakan untuk meningkatkan produksi dan pembangunan ekonomi.
Pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya modal tersebut harus dilakukan secara merata dan efisien. Selain itu, sumber daya modal juga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Salah satu caranya dengan merawat agar tahan lama.

c. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses produksi dan pembangunan. Hal tersebut karena manusia itu sendiri adalah pelaksana utama dalam seluruh proses pembangunan maupun produksi. Dalam proses produksi ada dua unsur dari sumber daya manusia, yaitu tenaga kerja dan kewirausahaan.
Sumber daya manusia memanfaatkan kekuatan fisik, keahlian, dan kepribadian manusia. Kekuatan fisik manusia tercermin dari kesehatan dan kemampuan fisiknya. Manusia yang sehat dan kuat tentu dapat bekerja dan belajar dengan baik. Selain fisik yang sehat dan kuat, keahlian yang dimiliki seseorang juga menentukan kualitas sumber daya manusia. Sementara itu, kepribadian ditentukan oleh sikap jujur dan keadilan seseorang.

           



BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Kebutuhan adalah hal yang sangat mendasar untuk dipenuhi oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.  Konsep kebutuhan dalam islam bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi akibat motivasi keinginan, pada tingkat ekonomi yng lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuhan.
 Pada dasarnya konsumsi di bangun atas dua hal, yaitu kebutuhan dan kegunaan atau kepuasan. Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengonsumsi sutau barang ketika ia tidak membutuhkannya sekaligus mendapat manfaatnya.
pengalokasiannya harus member manfaat pada manusia yang diantaranya, sumber daya alam, sumber daya modal, dan sumber daya manusia.
Imam Ali r.a diriwayatkan pernah mengatakan “janganlah kesejahteraan salah seorang di antara kamu meningkat namun pada saat yang sama kesejahteraan yang lain menurun.” Dalam ekonomi konvensional keadaan ini dikenal sebagai efficient allocation of goods yaitu alokasi barang-barang dikatakan efisien bila tidak seorangpun dapat meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility orang lain.

B.     SARAN
Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita lebih mengutamakan kebutuhan ketimbang keinginan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup dan menjalankan tugas kita sebagai hamba Allah, yaitu beribadah kepada-nya secara maksimal





DAFTAR PUSTAKA



A.Karim, Adiwarman, 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Edisi Kedua. Jakarta: Grafindo Prasada.
Anita Rahmawaty, 2011. Ekonomi Mikro Islam. Kudus: Media Enterprise.
http://gurudan siswa. Blogspot.com/2010/02/bab-1-kelangkaan dan pengalokasian html.
Nurcahyaningtyas, 2009. Ekonomi Islam Untuk Kelasx SMA. Jakarta: PustakaPembukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
P3EI, 2011. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Titi Tri Hastuti, Teori Alokasi IASLM. http://stititi.wordpress.com/2013/04/28/tititri-Hastuti-111008000005-teori-alokasi-iaslam-dari/. Diakses 13 november 2014.








[1] A. Karim, Adiwarman, sejarah pemikiran ekonomi edisi kedua, (Jakarta:grafindo persada, 2004), hal.67
[2]  Anita Rahmawaty, ekonomi mikro islam, (kudus: Nora Media Enterprise, 2011). Hal. 76
[3]  Ibid, hal. 77-78.
[4]  P3EI, Ekonomi islam, (jakrta: Rajawali Pers, 2011). Hal. 38.
[5]  Ibid, hal. 42-43
[6]  P3EI. Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2011). hal. 43.
[7]  NurCahyaningtyas, Ekonomi Islam untuk kelas x SMA, (Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009), hal. 15-21.
[8] Titi Tri Hastuti, Teori Alokasi IASLM. http://stititi. Wordpress.com/2013/04/28/tititri-hastuti-1110084000005-teori-alokasi-iaslm-dari/. Diakses. 13 november 2014.
[9] http://gurudansiswa. Blogspot.com/2010/02/bab-1-kelangkaan-dan pegalokasian.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar